Thursday, November 6, 2008

THE LAST LECTURE, Randy Pausch


[INFO BUKU]
Judul: The Last Lecture
Pengarang: Randy Pausch

[RESENSI oleh Retno Agung]
http://restya02.multiply.com

"Time is all you have. And you may find one day that you have less than you think."

Membaca judul buku ini di etalase sebuah toko buku, saya terkecoh menyangkanya sebuah novel tentang dunia pendidikan. Buku ini ternyata adalah kisah nyata sang penulis, Randy Pausch, seorang dosen Computer Science di Carnegie Mellon University, yang memberikan kuliah terakhir dalam hidupnya. Ini berkaitan dengan diagnosa kanker pankreas stadium lanjut yang ia peroleh, yang menurut prediksi medis cuma menyisakan 3-6 bulan waktu sehatnya di dunia. Sebuah kisah sedih yang menguras air mata? Sama sekali bukan. Karena, sebagaimana yang diungkapkan sang penulis di awal penuturannya, ‘It is not about dying—it is about living’.

Dari kuliah yang diberi judul “Really Achieving Your Childhood Dream” itulah buku ini ditulis, lengkap dengan cerita seputar persiapannya, serta campur-aduk emosi yang menyertainya. Ditujukan secara tersamar pada ketiga anaknya yang masih kecil, kuliah terakhir itu dimaksudkan untuk memotivasi dan membimbing mereka dalam menjalani hidup. Poin terbesar yang ia tekankan di dalamnya adalah optimisme dan keberanian untuk bermimpi –karena dari mimpilah semua pencapaian berawal. Tentu tak cuma berani bermimpi, melainkan juga berani bekerja keras dan menghadapi segala hambatan. Randy pun membeberkan beragam mimpinya melalui fragmen-fragmen cerita masa kecilnya. Juga perjalanan panjang yang ia tempuh untuk mewujudkannya. Dengan didikan sang Ayah yang inspirasional, Randy sang pemimpi tumbuh menjadi pemuda yang senang bekerja keras, selalu optimistis, dan sangat menghargai waktu. Dari sang Ayah pula ia belajar memahami bahwa menjadi pekerja kasar terhebat di dunia adalah lebih berarti daripada menjadi elitis di belakang meja yang biasa-biasa saja. Prinsip ini dipegangnya sejak ia menimba ilmu, menjadi dosen yang berprestasi, hingga di kemudian hari juga menjadi imageneer di Disney World—satu dari sekian impian masa kecilnya yang menjadi kenyataan.

Meski memotivasi seseorang untuk berani menghadapi segala hambatan, kuliah terakhir Randy tidak alpa berbicara tentang kegagalan. Kegagalan setelah segala perjuangan tetaplah menyumbangkan sesuatu yang berharga, yaitu pengalaman. Lebih dari itu, keberhasilan dan kegagalan adalah hasil akhir, dan proses panjang menuju hasil akhir itulah yang terpenting. Atau dengan kata lain, perjuangan untuk meraih cita-cita hidup adalah satu hal besar. Namun di baliknya tersembunyi hal lain yang lebih besar, yaitu bagaimana menjalani hidup itu sendiri.

Randy menuturkan kisahnya secara cerdas, efisien --sebagaimana gaya hidupnya, dan dengan bahasa yang enak disimak. Gaya berceritanya tak ubahnya bahasa dalam catatan harian, dengan bagian-bagian tertentu yang menerbitkan senyum geli, ataupun membersitkan rasa haru. Terdiri atas bab-bab pendek berisi petikan pengalaman hidupnya, hampir setiap akhir bab menyimpulkan sebuah pelajaran. Tak ketinggalan di sana-sini Randy menyelipkan kutipan ucapan orang-orang di sekitarnya yang penuh makna. Banyak dari ungkapan itu yang sungguh memberi inspirasi, sebagaimana yang diakui sendiri oleh sang penulis. Hal itu pula tentunya--dukungan dari pihak-pihak yang bersimpati--yang ikut berdiri di balik sikap positif Randy dalam menghadapi penyakitnya. Maka vonis dokter yang meluluhlantakkan harapannya ke depan itu, di sisi lain dilihatnya sebagai sebuah berkah. Tak lain karena ia masih diberi kesempatan untuk menata segala sesuatu sebelum kepergiannya, khususnya bagi keluarga yang sangat dikasihinya.

Sikap seorang Randy Pausch dalam menjalani hidup hingga saat-saat akhirnya, pada akhirnya bermuara ke satu kesadaran: gunakan waktu sebaik mungkin, raih keinginan selagi bisa, nikmati kebersamaan selagi ada. Karena waktu sedemikian berharga.

Suatu senja di awal musim semi, seorang wanita berkendara sepulang kerja. Di jalan mobilnya melaju di belakang sebuah mobil convertible. Seluruh kaca jendela mobil di depannya itu diturunkan. Tampak si pria pengendara menumpangkan lengannya pada pintu samping kemudi, dan mengetuk-ngetukkan jemarinya mengikuti irama lagu di radio. Angin yang bertiup mengibar-ngibarkan rambutnya. Si wanita berpindah jalur hingga jarak mereka pun mendekat. Dari samping ia bisa melihat pria itu tengah tersenyum, nampak berbunga dengan lamunannya sendiri. Senyum itu, dalam penafsiran si wanita, adalah senyum seseorang yang menghargai hari dan saat yang sedang dijalaninya. Pada saat mobil si pria berbelok, wajahnya terlihat. Dan terkejutlah si wanita. Pria itu tak lain adalah Randy Pausch. (disarikan dari bab 13 The Last Lecture*)

Petikan paragraf di atas membuat saya tersentil sejak pertama membacanya. Pria pengendara mobil terbuka itu bukanlah seorang CEO perusahaan yang tengah melihat peluang bisnis yang menggembirakan. Bukan pula seseorang yang beruntung memenangkan hadiah besar. Ia--Randy Pausch--adalah seorang penderita kanker pankreas dengan prediksi medis sisa waktu hidup yang tidak terlalu lama. Membayangkan adegan di atas, dan lantas menengok kondisi diri sendiri, sayapun merenung: sudah cukupkah saya mensyukuri dan menghargai waktu saya........? Tak berlebihan rasanya jika kita coba melihat dengan cara apa orang seperti Pausch menjalani hidupnya. Kutipan-kutipan di bawah adalah sedikit dari cara pandang itu, yang mungkin dapat menginspirasi kita.

* Give yourself permission to dream. Fuel your kids' dreams, too.

"Jangan mimpi....!" begitu ledekan yang sering kita dengar saat terlontar ucapan seseorang yang terasa jauh mengawang-awang. Sementara impian--baca: keinginan kuat, bukan sekadar angan-angan kosong--adalah langkah awal terwujudnya hal-hal yang baik. Bila bermimpi pun tak berani, keinginan kuat kita tak punya, bagaimana kita bisa punya motivasi dan energi untuk mewujudkannya?

* Brick walls are there for a reason. They give us a chance to show how badly we want something.

Jalan yang orang tempuh untuk mewujudkan keinginannya tentu tak selalu sama keadaannya. Mungkin sebagian orang termasuk beruntung mendapati jalan yang mulus tanpa hambatan yang berarti. Sebagian yang lain, sebaliknya, mesti mengerahkan segala yang dipunyai, sementara halangan yang dihadapi masih tetap tak tergoyahkan. Namun halangan itu di sisi lain adalah ujian agar kita tahu sekeras apa kemauan kita untuk mewujudkan keinginan itu.

* Through the whole ordeal, never say to each other "This isn't fair!". Just keep going.
Ungkapan di atas ditulis dalam konteks kehidupan berumahtangga. Kadang dalam perjalanan berumahtangga ada masa sulit yang tak bisa dihindari. Keadaan semacam itu bukanlah untuk disesalkan, lebih-lebih dianggap sebagai kesalahan salah satu pihak, melainkan untuk dihadapi bersama dan dicarikan jalan keluar yang terbaik.

* We cannot change the cards we are dealt, just how we play the hand.

Keadaan tertentu, keterbatasan fisik, misalnya, kita terima dari Sang Penguasa Hidup tanpa bisa kita ubah. Tugas kita adalah mengoptimalkan apa yang mampu kita lakukan dengan kondisi yang terbatas itu.

* Experience is what you get when you didn't get what you wanted.

Kegagalan pastilah bukan sesuatu yang menyenangkan. Pada sebagian orang hal itu dapat meninggalkan luka yang membawa keengganan untuk kembali melangkah. Padahal sesungguhnya kegagalan tetap membawa hikmah, yakni pengalaman. Bukanlah omong kosong bahwa seseorang yang pernah mencoba dan gagal, adalah jauh lebih baik dibandingkan mereka yang tak berani mencoba.

* Time is all you have. And you may find one day that you have less than you think.

Kata 'serasa baru kemarin' begitu sering kita dengar, dan mungkin kita sendiri sering rasakan. Serasa baru kemarin memulai hari pertama di kantor, misalnya, ternyata belasan tahun hidup kita telah terlewatkan di sana. Atau perasaan baru kemarin melahirkan si kecil, membuainya saat masih mungil tak berdaya. Dan 'tiba-tiba' kini ia berlarian di lapangan bebas, dengan segala tingkah, keingingintahuan, dan impiannya. Ucapan selamat ultah yang kita terima tiap tahun dengan rasa syukur, di sisi lain adalah juga sebuah sentilan: sekian tahun berjalan, apa saja yang telah kukerjakan?

Semoga, seperti juga Randy Pausch, si pria pengendara mobil convertible di atas, kita menyadari bahwa waktu memang terlalu berharga untuk terbuang percuma....


[DISKUSI]
Tanggal kumpul: 3 November 2008
Tempat: Library Chevron Duri
Kutu-kutu buku: Retno, Pipit, DD, Sulma, Fitri, Teri ,Nurul, Jane Kurnadi

Warisan macam apa yang kita berikan pada anak kita? Mengandaikan kita tidak pernah tahu kapan saat itu tiba, siap atau tidak kalau "jemputan" itu datang, berangkatlah kita meninggalkan orang-orang yang kita cintai untuk meneruskan perjalanan di dunia ini.
Sebagai seorang dosen Randy meninggalkan warisan "kuliah terakhir" yang pada intinya berharap agar mereka yang membaca, melihat ataupun mendengar kuliah tersebut bisa termotivasi untuk menjadi lebih baik. Berani bermimpi, berani bekerja keras untuk mewujudkan mimpi tersebut. Apalagi dengan 3 orang anak yang masih sangat kecil, dan pasti akan segera melupakan "ayah" mereka. Randy ingin dapat tetap mendampingi anak-anaknya, menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi mereka dalam menjalani hidup.
Pada masa sekarang, dengan kemajuan teknologi yang begitu cepat, jalan untuk menjadi imortal sebenarnya terbuka cukup lebar. Kami tiba-tiba teringat sebuah blog yang cukup populer (kalo gak bisa dibilang beken banget...!) yaitu Dapur Bunda, milik seorang ibu dari 2 orang anak bernama Inong yang berdomisili di Singapura. Beliau sudah meninggal dunia, tetapi blognya tetap ramai dikunjungi karena memang sangat berguna terutama buat ibu-ibu muda yang mencari resep masakan untuk keluarga. Sama seperti banyak orang, pertama kali saya masuk blog tersebut memang untuk mencari resep tertentu, dan saya ga sadar bahwa si empunya sudah berpulang... setelah beberapa kali berkunjung saya baru sadar, bahwa beliau sudah almarhum...Saya membayangkan betapa bangganya anak-anak dan keluarga akan warisan seperti itu..
Terlepas dari kapan kita akan berangkat, mungkin baik untuk direnungkan dan mungkin mulai dilakukan. Apa sih yang kita tinggalkan untuk orang-orang tercinta kita, kalau saja jemputan itu tiba-tiba datang... Ada beberapa keluarga yang meninggalkan asuransi untuk jaminan finansial dan pendidikan anak, ada yang membuat surat wasiat, tapi juga tidak sedikit yang meninggalkan catatan hidup seperti yang ditinggalkan oleh Randy Pausch atau Bunda Inong (yang sekarang kumpulan resepnya dibukukan juga loh).
Hal lain yang juga bisa kita ambil dari buku ini adalah sikap Jay, istri dari Randy. Bila kita mendapat kabar bahwa suami, anak atau anggota keluarga terdekat kita akan segera "berangkat" apa yang akan kita lakukan? Sanggupkah kita membuat setiap detiknya menjadi berarti, atau kita terjebak pada keputus-asaan dan rasa frustasi untuk menghentikan waktu?
Buku ini tidak berisi mengenai kesedihan seseorang yang sakit dan akan segera meninggal, tapi justru berisi cerita kehidupan, tentang mimpi, harapan dan keindahan kehidupan itu sendiri.

2 comments:

miniQUILT said...

Aduh mba Jane...terharu bangeettt
Cerita teh inong emang bikin haru. Aku jadi mikir...gimana besok kalo ternyata aku duluan yang "dijemput"...ada ngga ya suatu hal keciiillll aja yang bisa mengingatkan orang orang disekitarku (terutama keluarga) tentang keberadaan ku dulu...yah walaupun secuil...(hiks..). Buku The Last Lecture bener bener memotivasi kita untuk mempersiapkan "warisan" yang bukan cuma setumpuk harta...tapi juga hal moril yang bisa membuat orang orang terdekat bisa tetap mengingat kita nanti.

Duh nyesel banget ngga bisa hadir di book club kemarin....kebayang serunya ngebahas the last lecture. Thanks a lot mba Jane dan mba Retno untuk sharing nya di milis.

Btw moms...kalo ada yang mau tau cerita detil tentang teh inong...sang Ibu rumah tangga yang bukan ibu rumah tangga biasa.....tapi sangat luar biasa. Bisa liat blog nya di sini :
http://zidansyifa.blogspot.com/
Teh inong sangat dicintai oleh teman-temannya...banyak sekali teman temannya yang mengupdate keadaan teh inong saat kritis dulu di blog mereka masing-masing. Salah satunya yang sangat mengharukan adalah pada blog ini :
http://bintangmatahari.blogsome.com/2006/08/30/ya-allah-sembuhkan-inong/
Resep-resep andalannya teh inong dibukukan dalam sebuah buku berjudul Cooking With Love, berikut link nya :
http://www.kutukutubuku.com/product_info.php?products_id=9520&osCsid=0b1a12b7dbb0d1d8edaa60eb7c24a3ce


Cheers
Silvi Z.

miniQUILT said...

terimakasih atas ulasannya Mba Jane...meskipun belum pernah hadir diclub buku (mudah2an akan segera hadir, hayu mama Khalisa?) saya seneng sekali club ini konsisten mengadakan pertemuan...salut untuk Mba Jane dan teman-teman smua..terimakasih karena clubbuku kini hadir disini...


LoVeLyDay!
-Pipin-