Sunday, October 12, 2008

BILANGAN FU, Ayu Utami


[INFO BUKU]

Judul: Bilangan Fu
Pengarang: Ayu Utami
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Hlm: 573

[RESENSI]
Buku ini merupakan karya terbaru dari Ayu Utami, yang baru keluar bulan Juni-Juli kemarin, diterbitkan oleh Gramedia... Sebenarnya tadinya saya ragu mau menawarkan buku ini, tapi karena ada beberapa hal yang menurut saya mendesak untuk disampaikan, akhirnya saya beranikan untuk menawarkan buku ini. Untuk teman-teman yang pernah atau malah mengikuti karya-karya Ayu Utami, pasti cukup terpuaskan dengan sajian Ayu kali ini. Salah satu syarat untuk membaca karya-karya Ayu adalah pikiran yang terbuka, dan khusus untuk Bilangan Fu ini juga perlu tambahan stamina untuk menyelesaikannya (ya gak Irin...)

Bilangan Fu disebut oleh Ayu sebagai "spiritual kritis", buku ini memecahkan rekor baca terlama saya (hampir 3 minggu) karena selain topiknya tidak mudah, pelu waktu juga memang untuk mengendapkan apa yang sudah dibaca sebelumnya. Pada intinya buku ini mengkritik 3M: Modenisme, Monoteisme dan Militerisme. Dari ketiga hal yang saling mengait tersebut, saya hendak menyorot pada isu pelestarian lingkungan yang rasanya merupakan ruh utama buku tersebut.

Pada liburan lebaran kemarin, kami sekeluarga menginap di Dumai, untuk sedikit menjelajahi kota tersebut, selain tertarik sama pelelangan ikan laut yang jam 3 pagi, juga ada hutan lindung wisata di dekat camp Chevron yang ingin anak-anak kunjungi... Di daerah pantai ternyata lumayan penuh sampah plastik, botol, bungkus2 segala macam, dan yang pertama anak saya tanya: buang sampah itu di laut ya...?

Kedua hutan lindung wisata... masih cukup menyenangkan walaupun amat sangat kecil dan terbatas, ada jalan setapak yang lagi-lagi dipenuhi...sampah... Kami kebetulan cukup hobi fotografi jadi masih ada dokumentasi 10 tahun yang lalu waktu saya baru datang ke Duri. Dulu dalam perjalanan ke Dumai, kita bisa melihat garis hutan yang tidak terlalu jauh dari jalan raya... dan bersama waktu garis tersebut menjauh, menipis sampai sekarang sudah tidak ada sama sekali rasanya...

Kenapa gajah sekarang sering sekali melintas camp, karena mereka memang sudah tidak punya rumah sama sekali. Daerah hutan kecil yang hanya selapis bersebelahan dengan kompleks Talang sebenarnya termasuk daerah hutan konservasi Balai Raja, yang tinggal selapis karena dibelakangnya sudah jadi kelapa sawit semua...(laporan pandangan mata yg naik helikopter). Daerah tersebut pernah diminta sama Chevron untuk dieksplorasi dan tidak pernah mendapat persetujuan dari pemerintah pusat karena merupakan hutan konservasi yang sekarang menjadi hutan kelapa sawit sejauh mata memandang...

Buat saya menebang pohon besar seperti melakukan pembunuhan... berapa lama dia tumbuh untuk menjadi besar, dan berapa menit untuk memotong habis hidupnya....

Waduuhhh panjang banget ya..? maap banget...tapi saya betul2 dalam keadaan marah dan frustasi... dan rasanya gak berdaya...(ini yang paling bikin marah) apa kita bisa melakukan sesuatu untuk menyelamatkan rumah kita sendiri dari kehancuran? yuk kita rembukkan di klub baca buku...

[DISKUSI]
Tanggal kumpul: 15 October 2008
Tempat: Library Chevron Duri
Kutu-kutu buku: Sylvi, Retno, Jane Kurnadi

Waktu kemarin masuk ke perpustakaan, sama seperti Silvi saya juga terkejut karena rak-rak buku sudah kosong dan ternyata perpustakaan kita akan dipindah..."mungkin ke barber shop..." dan kapan tepatnya akan pindah para petugas juga kurang tahu...
Rasa sedih dan prihatin ini tentu tidak akan muncul kalau ceritanya, akan dibangun perpustakaan yang jauh lebih besar dengan fasilitas modern, ruang baca yang nyaman dan koleksi buku yang diperbaharui...
Masalahnya kesan ini tidak ada, justru yang ada kesan bahwa perpustakaan ini memang kalah dengan kepentingan akan hiburan lain...hadirnya "cafe" atau warung kopi (kale yaaa...)
Tapi ini memang cermin nyata kondisi kita, perut lebih penting dari otak... makanan fisik lebih menarik daripada makanan otak... bisa dilihat dari kondisi semua museum dan perpustakaan nasional di Indonesia..
Diskusi kemarin dihangatkan Silvi dan Retno (selamat datang!) yang sempat mampir sebentar...
Biarpun cuma berdua, tapi ternyata diskusinya seru juga...
Pada masa sekarang ini, terasa sekali kalau kekuasaan dan modernisasi justru lebih banyak membawa kehancuran dan kerusakan daripada kebaikan. Kalaupun ada kebaikan atau keuntungan hanya dinikmati oleh segelintir orang, dan tidak sebanding dengan kerusakan yang diakibatkan sampai ke anak cucu..
Kasus paling jelas di depan mata ya habisnya hutan alam di Riau..
Bagaimana agama (semangat monoteisme) justru membantu pengrusakkan tersebut? Dari diskusi kemarin kami sepakat bahwa seharusnya agama itu dikembalikan ke dalam diri dan hati masing-masing. Tidak ada kebenaran mutlak dan absolut. Karena itu tidak pada tempatnya memaksakan satu kebenaran yang diyakini kepada orang lain. Silvi memberi poin yang sangat tepat, bahwa pada dasarnya kita percaya bahwa manusia (sejahat atau sebejat apapun) punya "hati nurani" atau insting yang bisa membedakan sesuatu yang benar dan salah...terlepas dari agama/ kepercayaan apapun yang dianut. Keyakinan akan kebenaran sendiri justru bisa melahirkan semangat premanisme terhadap pihak yang dianggap salah/ tidak sesuai..
Contoh yang diusung pada Bilangan Fu adalah agama/ kepercayaan asli/ lokal yang misalnya menghormati gunung, bukit, hutan/ pohon besar. Oleh semangat modernisasi hal2 seperti itu dianggap bodoh, tahayul dan oleh golongan agama tertentu dianggap berhala, musyrik, menduakan Allah dll. Padahal dengan semangat "animisme" dan "dinamisme" tersebut hutan dan alam terlindungi karena dianggap sakral dan penggunaanya dilakukan dengan secukupnya dan tahu diri. Ada kepercayaan tertentu yang melarang penebangan pohon karena nanti "penunggunya" marah, karena itu untuk kayu bakar boleh mengambil ranting-ranting yang jatuh dan daun-daun kering. Dengan semangat monoteisme ini, seluruh alam semesta kehilangan "kekuatannya" dan boleh ditaklukkan... bergabung dengan "kekuasaan", alam tidak lagi terlidungi dan hasilnya bisa kita lihat dan alami sendiri...
Sungguh sayang bahwa semangat "beragama" seringkali hanya menjadi "baju" luar untuk diterima dalam satu komunitas dan memudahkan hidup. Bila semangat ini datang dari dalam dan memancar keluar tentu akan lain ceritanya... Kemarin malam kebetulan saya dengar sedikit hasil sadapan telepon (dari metro TV)seorang Kajari yang meminta "upeti" kepada Bupati. Beliau sangat marah karena dijanjikan 50jt, ternyata hanya dapat 20jt dan tidak mau diterima... Beliau menyebut tidak takut pada siapapun bahkan kalau dilaporkan ke presiden dia juga tidak takut..."Saya ini cuma takut sama Tuhan..." ironis sekali bukan....
Isu lingkungan ini lain kali akan saya bawa lagi kalau pesertanya lebih rame... kalau kita tidak menyelamatkan hari esok mulai sekarang, kita bakal menyulitkan anak cucu kita sendiri... (nenek kaliiii)

THE ALCHEMIST, Paulo Coelho


[INFO BUKU]

Judul: The Alchemist
Pengarang: Paulo Coelho
Penerbit: Harper Torch
Hlm: 195

[RESENSI]
Apa sesunguhnya panggilan hidup kita? Apakah kita mempunyai impian, cita-cita yang kita pendam karena kompromi dengan kehidupan kita sehari-hari? Apakah panggilan itu memang ada untuk setiap orang, dan apakah kita mendengarkan bila panggilan itu datang? Disajikan dalam bentuk yang sederhana dan cukup memikat, Paul Coelho bercerita ttg pencarian jati diri dan panggilan dalam hidup. Bahkan nama tokoh utama jadi tidak penting, karena kalau saya tidak salah hitung hanya tersebut sekali pada awal cerita...
Kebetulan ada beberapa buku yg saya baca yg memiliki benang merah yg sama... The Secret (Rhonda Byrne), Laskar Pelangi (Andrea Hirata), Follow your heart (Andrew Matthews), dan yg sedang saya baca Bilangan Fu karya Ayu Utami...
Personal Dream, personal legend, cita-cita, panggilan hidup, apapun kita menyebutnya untuk sebagian orang mungkin hanya impian atau angan-angan yg tidak berniat diwujudkan... atau malah menyakitkan karena mengingatkan kita pada penghianatan terhadap kehidupan itu sendiri, atau kita belajar berkompromi seumur hidup?

Meskipun jalan itu sendiri tidak pernah terlihat mulus dan jelas, seluruh alam semesta berkonspirasi mewujudkan panggilan itu, asal kita memulainya dari dalam hati... (apa iya...?)
Yuk kita curhatin di klub baca buku........

[DISKUSI]
Tanggal kumpul: 16 Agustus 2008
Tempat: Library Chevron Duri
Kutu-kutu buku: Jane Kurnadi, Didi and the gank, Sulma and baby, Silvi, Nurul and baby

Dari diskusi dan curhat kemarin...
Pada dasarnya setiap orang pasti punya panggilan hidup yang unik, disadari ataupun tidak. Kadang yg menjadi "kekhawatiran" justru kalau kita "melupakan" panggilan tersebut, menjadi zombi hidup (pinjam istilah Silvi) yang menjalani rutinitas hidup dengan anak dan suami, tanpa benar-benar menyadari apa sih yang kita lakukan di sini.. Kadang pada titik tertentu zombi dalam diri kita terbangun dengan perasaan kosong dan panik...lho. .sudah sekian tahun lewat... apa yang telah terjadi dan saya lakukan selama ini ya?
Banyak dari kita yang juga tidak pernah menyangka bahwa apa yg pernah kita cita-citakan atau impikan selama masa muda (udah tua kali yaaa....) ternyata "berakhir" di sini... belum berakhir karena kita masih hidup dan menjalani dan mungkin punya cita-cita yang baru...waktu kuliah, atau sekolah mudah menetapkan patokan, untuk lulus misalnya...tapi setelah berumah tangga, punya anak...apa patokan kita berubah jadi patokan keberhasilan anak?
Bagi sebagian ibu yang pernah bekerja (sebelum menikah) mungkin ada rasa tidak enak, bahwa sekarang secara ekonomi bergantung pada suami....bukan cuma duitnya... rasa aktualisasi diri, penghargaan, pergaulan dan karir di dunia kerja memang menawarkan bentuk kepuasan yang lain... tapppiiii... . kalau dibanding dengan meninggalkan buah hati di rumah dengan maraknya berita ttg pelecehan anak-anak oleh orang yg dipercaya dan dititipi.... weewww... gak jadi deh...
Jadi adanya anak menghambat pencapaian impian kita (dan suami juga punya cita-cita lohh) berkompromi dengan kemapanan, biaya hidup & pendidikan anak? Tidak juga...tertunda mungkin... berubah atau berkembang juga mungkin.... Intinya kalau kita sadar apa yg kita inginkan, terus mencari, kita akan mendapatkan banyak hal di luar perkiraan kita... dan yang kita pikir hambatan sebenarnya juga bisa jadi batu loncatan...
Diskusi juga bergulir ke seputar pendidikan anak, mungkin terutama kepada anak perempuan..cita- cita setinggi langit atau setinggi atap dapur? ketrampilan hidup apa saja yg baik menjadi bekal baik anak laki maupun perempuan... . apa lagi ya...? DD, Sulma, Nurul, Silvi ada yg mau ditambahin.. ?
oh iya sekalian, kalo acara ultah MIICD itu bisa ada dongeng tuh salah satu acaranya.... :) atau workshop barang recycle...?

Saturday, October 11, 2008

RAISING BOYS, Steve Biddulph


[INFO BUKU]

Judul: Raising Boys
Pengarang: Steve Biddulph
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Hlm: 230

[RESENSI]
Raising Boys, seputar membesarkan dan mengerti proses pertumbuhan anak laki-laki, yang
ternyata memang berbeda dari anak perempuan. Tidak bermaksud membesar-besarkan perbedaan gender, tapi justru lebih mengerti bahwa perbedaan itu memang ada dan perlu ditanggapi sewajarnya.. . Terutama yang punya jagoan-jagoan kecil di rumah, buku ini sangat membantu dan membuka wawasan... *pengalaman pribadi hehehehe*

Kedua, bawa buku dongeng anak-anak, apa saja yg bisa kita sortir bersama untuk acara dongeng bersama dalam waktu dekat... pleeeaaseee banget yang punya bakat mendongeng, bercerita atau yang sekedar mau nyoba sangat diharapkan untuk datang...

Ketiga, buku lain yang ingin di-share bersama di sini....Fitri. .kumaha Life of Pi? hehehe gak maksa loh buuu...dateng aja dulu... Ibu-ibu yg lain hayuuuu atuh...ramaikan book club kita...


[DISKUSI]

Tanggal: 2 September 2008
Tempat: Library Chevron Duri
Kutu-kutu buku: Jane Kurnadi, Silvi, Irin dan Jigme, DD dan Abel, Donna dan Yesha, Fitri, Nurul, Astri juga sempat nongol dengan 2 jagoannya

Acara dongeng di perpustakaan rasanya akan kita undur sampai sesudah Hari Raya, karena sekarang ibu2 semua pasti sudah sibuk dengan berbagai urusan lain... supaya sebanyak mungkin yang bisa menikmati acara ini, akan kita laksanakan setelah Hari Raya... Untuk itu kami mencari jago pendongeng/ pencerita nih... Jangan sungkan2 kalau ada yg biasa mendongeng untuk anaknya atau punya talenta bercerita... hayu atuh bergabung... :)

Ada beberapa diskusi ttg mendongeng/ bercerita nih... bagaimana memulainya, buku apa yg menarik, reaksi si anak, dll.... saya bukan ahlinya...pengalama n saya juga seputar 2 anak di rumah... jadi saya berharap momz lain mau ikut share yg punya pengalaman yg pasti berbeda...

1. Dimulai sebagai bagian rutinitas... berarti komitmen orang tua untuk melakukan terus, mungkin pas mau tidur siang, atau tidur malam, atau sesudah makan malam...yg penting rutin... waktu menjelang tidur sering dipilih karena untuk membaca pada dasarnya butuh suasana yg tenang...dan untuk pengantar tidur buku kan juga kebanyakan membawa efek menenangkan (kecuali horor kali yaaa) Donna kemarin sharing, Yesha susah/ lama tidurnya kalo ga diceritain dulu... berarti ini rutinitas yang sudah "jadi" (jempol buat Donna) selain itu, suara ibu (atau ayah) berarti membawa ketenangan buat si anak...

2. Buku apa..? apa saja...dari buku resep masak sampai ensiklopedia atau apapun sesuai pilihan anak dan orang tua...(anakku kadang minta dibacain buku resep tau ga....hehehehe) gambar jelas punya pengaruh yang kuat buat si anak...membantu imajinasi dia berkembang.. . jadi bisa aja cerita sebelum tidur itu ttg planet atau ttg burung atau serangga atau kapal luar angkasa... ini menanamkan pada dasarnya buku itu menarik dan buku itu bisa bercerita apa saja dan buannnyaaakk sekali... kadang kalau kita ingin menyampaikan sesuatu juga bisa lewat cerita, pengajaran agama pun lewat cerita, moral, etika pergaulan apa yg baik dan benar...kalo pas ga nemu cerita yg cocok, bisa dikarang sendiri ttg masa kecil kita..

3. Reaksi anak...kebanyakan seperti gak mendengarkan, bukunya direbut, lihat-lihat sendiri....ga papa... yg penting menanamkan buku itu menarik... kalau dari bayi dia dibiasakan mendengar suara ibunya (atau mungkin dari dalam perut seperti Bungki) biasanya reaksinya lebih tenang (seperti Yesha)...tapiiii ga ada kata terlambat kok...kesempatan cerita itu lama sampai anaknya umur 10 tahunan biasanya masih suka (pengalaman pribadi hehehe) yang penting dimulai, dan cari cerita yg sesuai sama minat anaknya...
Kalau ceritanya panjang, bisa kita ringkas berdasarkan gambar dan omongan kita sendiri... beberapa anak bosan sama kata-kata panjang dari buku, jadi kita ubah pakai bahasa kita sendiri (karena itu semua buku anak juga aku baca dulu, selain untuk menyensor bagian-bagian yg menurutku kurang sesuai...)

4. Anak laki2 dan perempuan mungkin beda (pengalaman pribadi) anak perempuan (keponakanku) memang lebih suka cerita ttg putri, istana, balerina, penari...pokoke yg feminim...anak laki lebih suka yg heroik, kepahlawanan, membela kebenaran . Cowok2 di rumahku suka banget cerita Tin Soldier dari HC Andersen, atau ada cerita ttg petugas kebakaran menyelamatkan orang dari gedung terbakar (dari Richard Scary)

5. Efek suara....anak2 sukaaa banget sama efek suara..(ya gak Irin...) bukan cuma pergantian intonasi dari tokoh-tokoh yg berbeda... tapi suara jatuh...gubraaakkk. ..atau jebbrrrooottt. ..nah itu malah dihapal sama anak-anakku. ..sambil ngakak-ngakak. .itu sih cuma bumbu yaa... kalo kebanyakan nanti ceritanya juga ga nyampe...hehehe. .tapi suara kita kadang bisa bikin mereka penasaran... apa yg akan terjadi di halaman berikutnya, jadi mereka mau ndengerin ceritanya...

6. Jangan terpatri sama bayangan ideal, ibu2 atau grandma yg baca buku tebal di korsi goyang dengan penonton2 kecil yang melongo...hehehe. ..ini sih terjadi juga (pengalaman Silvi) Ini bisa terjadi kalau anaknya udah lebih besar (diatas 4 tahun deh...) dan TERBIASA didongengin dari bayi...anakku yg kecil 3,5 tahun kalau diceritain di kamar kadang sambil muter2 sendiri, berkhayal... kalo kakaknya memang udah duduk/ tiduran di sebelahku... tapi yg kecil, liat gambarnya sebentar trus lompat2 sendiri, tapi ternyata dia ndengerin sebab bisa tau dan hapal apa yg diceritain.. .